marque

Sudahkah Anda membaca Hari ini?

head

Kemampuan sistem politik indonesia

Oleh : Titus Umbu Jr


Sistem politik di indonesia memiliki beberapa kemampuan yang dapat digunakan untuk mematangkan pembangunan politik di negara indonesia tercinta ini. Namun, dalam implementasinya, kemampuan sistem politik kurang dimaksimalkan dengan baik sehingga justru menghadirkan distorsi pada tataran konteks.

Untuk melihat kemampuan sistem politik di indonesia masa kini, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu, apa saja kemampuan sistem politik itu?. Kemampuan sistem politik mencakup enam bidang, yakni kemampuan ; (1) Ekstraktif, Kemampuan mengelola sumber-sumber material dan manusia dilingkungan luar maupun dalam. (2) Regulatif, Kemampuan mengontrol dan mengendalikan perilaku individu/kelompok dalam sistem politik. (3) Distributif, Kemampuan mengalokasikan berbagai jenis barang, jasa, kehormatan, status, kesempatan. (4) Simbolis, sepeti, Parade, bendera, upacara kemiliteran, kunjungan pejabat tinggi dan applaus yg diberikan pada pidato seorang tokoh. (5) Responsif, tanggap tidaknya terhadap tuntutan/tekanan-tekanan. (6) Domestik dan internasional, kemampuan interaksi luar – dalam.

Setelah mengetahui enam jenis kemampuan sistem politik seperti dikatakan diatas, layaklah kita membahasnya dalam konteks kekinian, bagaimana sistem politik dalam mengolah kemampuannya.

Pertama, kemampuan ekstraktif, sistem politik dalam hal pengelolaan sumber-sumber material belum mampu mengolah sumber daya alam untuk mensejahterakan rakyatnya, meskipun eksplorasi bahkan eksploitasi terjadi dimana-mana, tetapi masyarakat tetap saja bergumul dengan kemelaratan dan kemiskinan. Dalam kemampuan ekstraktif ini juga memiliki fungsi untuk memanfaatkan sumber daya manusia yang ada, namun masih banyak tenaga kerja handal yang tidak dimanfaatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, karena proses rekrutmen politik yang tidak profesional, bahkan emosional.

Kedua, kemampuan regulatif, kemampuan regulatif adalah kemampuan yang sangat kritis terjadi di negara ini. Mengapa tidak?. Regulasi sesungguhnya hadir sebagai pengontrol dan pengendali tingkah laku dalam berjalannya sistem politik. Menjadi ironi ketika para pembuat regulasi justru melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri, bahkan cenderung “membentengi” diri lewat peraturan yang dibuatnya. Telah banyak peristiwa besar yang terjadi di negara kita saat ini, seperti DPR yang merupakan pembuat undang-undang, justru mereka sendiri yang banyak melanggarnya. Selain itu, maraknya kasus mafia hukum yang notabene dilakukan penegak hukum itu sendiri.

Ketiga, kemampuan distributif, kemampuan distributif berkaitan dengan alokasi barang dan jasa, kemampuan sistem politik dalam mendistribusikan barang dan jasa belum maksimal, karena masih banyak kesenjangan antara masyarakat kota dengan masyarakat di pedesaan. Banyak kita temui ketidakmerataan distribusi barang dan jasa bagi daerah yang mudah dijangkau dan yang tidak terjangkau. Contoh kecilnya, ketersediaan gedung sekolah dan kesehatan bagi masyarakat serta tenaga pengajar dan medis. Selain itu, berkaitan dengan alokasi kehormatan, status dan kesempatan, aktor-aktor politik di indonesia belum bersedia mengalokasikan kehormatannya kepada pihak lain, sehingga yang terjadi hanya oligarki kekuasaan, yang juga ditengarai adanya sistem dinasti dalam kancah politik. Kesempatan kerja juga masih minim diciptakan oleh sistem politik, sehingga menimbulkan banyak pengangguran.

Kempat, kemampuan simbolis, sistem politik di indonesia saat ini tidak melahirkan pemimpin yang memiliki jiwa kemimpinan, karismatik dan relegius. Seperti kita ketahui sosok pemimpin seperti Ir. Soekarno, yang karismatik dan Gusdur sebagai tokoh agama. Tepuk tangan yang diberikan kepada pidato seorang tokoh politik merupakan dukungan moral dan tanda penghormatan atas dirinya sebagai pemimpin. Namun sekarang yang kita lihat tidak lagi terdapat pemimpin yang memiliki simbol tertentu, sehingga hanya melahirkan kepala pemerintahan yang memimpin dengan sistem kerja struktural belaka.

Kelima, kemampuan responsif, mengenai responsivitas, sistem politik kurang mengakomodasi segala kepentingan masyarakat dilingkungan sistem politik itu sendiri. Karena selama ini kecenderungan kebijakan dibuat oleh para elite politik, dan terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tuntutan masyarakatpun kurang direspon dengan baik, meskipun ditekan dengan berbagai aksi demonstrasi.

Keenam, kemampuan domestik dan internasional, kemampuan domestik, sistem politik masih lemah sehingga relasi antara pemerintah dan masyarakat kurang harmonis, hal ini tergambar dari berbagai aksi ketidakpercayaan publik terhadap kinerja pemerintah selama ini. Mengenai kemampuan internasional, sistem politik indonesia sangat terbuka terhadap kebijakan internasional dan membentuk relasi yang baik dengan dunia internasional. Namun menjadi ironi ketika sistem politik indonesia memberikan kebebasan pada dunia internasional untuk berinvestasi, justru mengorbankan masyarakatnya sendiri. Contoh riil yang terjadi saat ini, dimana adanya perjanjian perdagangan bebas yang justru mematikan industri lokal.

Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa, kemampuan sistem politik dalam mengelola potensi yang ada kurang maksimal. Akibatnya, indonesia masih terus bergumul dengan permasalahan klasik yang urung diselesaikan. Indikator gagalnya sistem politik di indonesia sudah tergambarkan melalui sedikit pembahasan diatas, meskipun kita tidak menafikan ada prestasinya, namun yang lebih substansi, sistem politik belum mampu melakukan kemampuan yang dimilikinya.

Dengan demikian, sistem politik sudah sewajarnya melakukan refleksi atas kinerja aktor politik selama ini. Sehingga ada perbaikan dimasa yang akan datang demi terciptanya lingkungan sistem politik yang mapan dan mampu mensejahterakan masyarakat yang merupakan tujuan utama dari terbentuknya sistem politik itu sendiri. Semoga sistem politik menyadari kemampuannya dan merealisasikannya dalam kehidupan politik.

Titus Umbu Jr
Mahasiswa ilmu pemerintahan
STPMD"APMD" Yogyakarta

1 komentar: